Tuesday, February 27, 2007

biduan

ia menari, bernyanyi; wanita itu
berbalut pakaian biru tua, gemulai kakinya lincah

ia masih terus menari, meyanyi; wanita itu
suara gendang bersahutan dengan tepuk tangan

ia masih tetap menari, tersenyum di iringi ayuanan musik; wanita itu
tak muda lagi usia, tapi terlihat lincah

ia terus menari, menyanyi, aku dapat menebak kenapa wanita itu masih menari, bernyayi
demi lembaran - lembaran rupiah ia masih terus menari, menyanyi

aku terhibur, seluruh penonton terhibur
entah dirinya terhibur atau tidak di atas panggung sana?

Sunday, February 25, 2007

lalu dan kini

tak ada lagi lalu
hanya kini yang menatap semu
tak kunjung pasti

tak jua kelopak
bukan pula detak
apalagi hati

semua telah dikemas
lari dari tatapku
tak ada warna...hampa
bukan tak bahagia
bahagia menjelma duka

hanya sepi yng tertinggal
berusaha merontah, bertanya?
akankah aku terjebak
atau.....
di jebak takdir

sebuah pencarian

Kemana aku harus mecari
puisi lamaku yang kini sepi

laut, hutan atu....
hanya diam memangku sedih
sementara nasib tepat di atas ubun-ubun ku

jiwa tak lagi sanggup
mendengar tawa mereka
meski tak bersuara...

aku terjaga dan menyaksikan
mereka membelah diri
memasuki ruang -ruang telinga

aku juga tau mereka
yang sedang kegirangan
merdeka...

kata, rasa, jiwa

Ku pikir...
kata lebih bermakna dari rasa
rasa lebih bermakna dari jiwa

Aku juga berpikir
jiwa lebih bermakna
bila dibarengi kata dan rasa

sayangnya...
saat ini aku tidak sedang berpikir

Saturday, February 24, 2007

untuk dia

telah tertutup pandanganku
oleh tebalnya kabutmu
kenapa tak juga awanmu
mencerahkan batinku

sengaja ku buka luas
jendela hatiku
kenapa tak satupun kelopakku
yag kau siram dengan cahayamu

wahai angin di persimpangan jalan
terbangkan aku bersama butirmu
jatuhkan aku pada pangkuannya

walau aku tak yakin keberadaanku
tak mengusik ruangnya
namun perasaan tak dapat di terka

kurang ajar

kurang ajar..... ga jelas berasal dai mana dan di mulai oleh siapa, yang jelas apabila kita di lemparkan kata- kata itu sekali saja, cukup membuat hati kita di pacu untuk dendam dan memaksa kita untuk berubah jadi supermen, batman, pitung, ato apa saja yg penting jagoan punya ilmu tinggi dan atau bersenjata super canggih, untuk melancarkan aksi saat balas dendam nanti.

Namun apa yg terjadi seandainya orang yg memuntahkan kata itu ke kita berbeda maksud dengan yg ada di hati kita, barangkali dia menyuruh kita untuk lebih giat belajar atau mungkin kita di suruh lebih sering di hajar supaya kuat dan perkasa untuk bisa jadi supermen, batman atau pitung tanpa harus menunggu paksaan dari persaan dendam.

Apapun alasannya tetap aja kata Kurang Ajar merupakan sisi lain dari menghardik, mencela, menghina dan mencaci maki. bahkan menjadi lagu pengiring ketika seseorang mengayunkan senjata ke seseorang yg di anggap musuhnya, musuh yg juga di pacu lantaran si pembunuh di hardik dengan ucapan Kurang Ajar oleh yg di bunuh.

sejenak kita melupakan istilah Kurang Ajar karena di sini gua meminta ke semua pembaca untuk ga segan dan bosan untuk tetep memberikan peng-AJAR-an buat gua...!!

mimpi

bila mimpi sanggup menyelimuti malammu
biarkan dia memainkan perannya dan
abaiakan nyata

bila mimpi membius senyapmu
paksa dia menari hingga pagi
mengetuk jendala matamu

bila mimpi merasuk jiwamu
tak usah kau merengek...
karena dia kan mengantarmu
bersama pejammu

bila mimpi menjelma asa
tak akan pernah kau menggeliat
dalam lekukan bulan

waktupun menolak menghantarmu
menyapa matahari...

cukuplah nama

Ku putuskan diriku
mengenalmu
meski tatap terasing jauh

Cukuplah nama
bersandar jiwa
hingga sanggup aku tersungkur

jangan kau bertanya...
karna itu jawabanku
Jangan kau melarang...
sebab itu keputusanku

anak rimba masuk mall


sedikit dongkol memang... tapi tak ada yg dapet gua perbuat selaen melenggang seolaah-olah tak sedikit pun ada suara yg mengusik telinga gua. kejadian itu lom lama ini saat gua dengan amat terpaksa masuk ke salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Slipi, saat itu gua ada janji dengan salah satu temen gua, sial gua lumayan jauh lebih awal dari temen gua yang gua tunggu.

dari sini kisah yg sebenernya terjadi. Di saat menunggu kehadiran temen gua ga banyak yg dapet gua lakuin, bukan ga punya duit, soal duit, cukup sekedar untuk beli roko Djamsoe setengah bungkus plus es doger di pinggir jalan ato bingung memilih apa yg harus gua beli walau sekedar buat oleh-oleh, tapi jelas karena gua memang merasa tersesat di antara deretan etalase dengan pramuniaga - pramuniaga berbaju ketat dan rok mungkin 10 jari di atas dengkul bermakeup layaknya artis dalam senetron “ehmmm lumayan juga nih buat temen ngobrol” gumam gua menghibur diri sendiri.

kali ini, setelah 10 menit gua dalem mall berhawa dingin layaknya air terjun Ciebereum Gunung Gede, juga masih tetep dalam kebinguangan, mencoba keberuntungan dengan mencari kursi tanpa pnghuni yg memang di sedikan pengelola gedung dan berniat duduk sekedar melepaskan lelah. lagi-lagi sial tak satu pun kursi yg kosong melompong. Al hasil bukan ilang lelah tapi justru maken bikin gua sebel.

“wah ni dia, pas istirahat di sini” ocehan gua dalem hati setelah ngeliat tempat kosong pas di pojok gedung, kosong entah karena ga ada yg menyewa ato sengaja di biarkan kosong supaya orang yang ga kebagian duduk di kursi seperti gua dapet juga berisitirahat. tanpa ragu sedikitpun gua melangkahkan kaki ke tempat yg gua maksud setelah gua rasa posisi pas langsung duduk bersila tepat di bawah gambar bertuliskan “No Smoking Area” bersandar pada “DayPack” yang sedari awal menamani gua, memang setiap gua berpergian kemanapun tas itu selalu ada bersama gua, maklum gua termasuk orang yg jarang di rumah, wajar kalo tas gua terlihat sedemikian penuh bahkan sesak.

lagi-lagi sial gua harus duduk bengong, padahal kalo bengong begini ga ada yg lebih enak selaen ngerokok, tapi apa boleh buat tulisan di atas kepala gua terlalu besar untuk di kalahkan rasa asem di mulut gua, jadilah gua sapi ompong di dalem mall.

tanpa terasa sedikit demi sedikit badan gua seakan ada yg menekan dari atas, mulai merubah posisi dari bersila jadi melonjor dan merebahkan kepala di atas tas yg kebetulan terisi penuh, pas memang buat menyandarkan pala, dan tak lagi peduli di sekeliling gua begitu banyak pengunjung mall yg beraneka penampilan dan bentuk dandanan lalu lalang di depan gua. yg jelas tak satupun dari meraka yg seperti gua, berpakaian layaknya orang yg akan mendaki gunung yg udah 3 hari ga mandi.

sudah mendekati setengah jam temen yg sedari tadi gua tunggu belom juga nongol, kalo pun dia ga jadi datang ato kejebak macet susah untuk ngabarin ke gua, gua ga punya HP. jadi mao ga mao gua harus nunggu. bosan.. otak gua mulai meggerutu dan berontak seakan ingin keluar dari kepala dan berusaha mengajak gua pindah dari tempat sekarang, tanpa pikir panjang, bagai ABRI yg ingin pergi berperang, langsung bergegas berdiri, meletakan tas yg sarat dengan muatan di posisi yg pas, 1, 2, 3 gua mulai berjalan. baru beberapa melangkah tiba-tiba gua di kejutkan oleh suara yg terdengar dari balik deretan pakaian yg tergantung " ADA ANAK RIMBA MASUK MALL" pelan seperti dari kejauhan namun jelas terdengar, sepertinya di udah merhatiin gua sejak awal. kurang ajar nih orang, gumam gua dalam hati, udah sebel karena hampir 1jam temen gua belom juga dateng di tambah kejadian tadi makin bikin gua dongkol, ingin rasanya menampar orang yg bilang tadi.

sabar.....sabar mencoba menenangkan diri sendiri. bagaimanapun orang tadi ga salah, ini kesalahan gua dan jelas ini karena gua tersesat

bukan penulis


Suatu hari di desa yang sangat sepi ada sebuah gubuk yg di huni oleh seorang kake tua bernama Mbah Marijan.
Begitu kira - kira yg selalu menjadi pembuka di setiap tulisan, sama sekali ga ada yang luar biasa. Di bilang monoton? Saya pikir bukan cuma monoton, lebih dari itu bisa di bilang sungguh membosankan, namun tetep saja itu bagian dari kebanggaan saya saat itu, karena hampir semua temen sekelas saya di SD dulu sama sekali ga berbeda dengan apa yg saya tulis, "PADA SUATU HARI"

saya sadar saya jauh berbeda dengan Chairil Anwar, saya ngerti saya sama sekali bukan Jenar Maesayu, apalagi di setarakan dengan Buya Hamka. Namun begitu saya berusaha untuk mensyukurinya karena saya masih bisa menulis meski dengan kalimat pembuka "pada suatu hari".

Terlepas dari semua, saya masih yakin kalau kalimat "pada suatu hari" masih mejadi kalimat yg paling populer dan sering di pakai sampai sekarang ini.